Nikmatilah puisi-puisi yang dicipta sebelum dan sekitar masa pandemi
MENGANTAR INDONESIA BERJAYA
Aku ingin menulis surat
meminta maaf atas nama cahaya, cermin, kaca jendela,
dan segala yang tidak percaya pada matamu
Indonesiaku
Selamat pagi! Apa kabar?
Kenyataan adalah segala yang berkobar
di antara semangat dan ingin yang mendebar.
Kenyataan adalah segala yang berkibar
di antara angan dan tangan yang gemetar.
Kenyataan adalah sesuatu yang terhampar
Di tempat yang sejauh dan sedekat ini menghantar
Wahaiii!
Tidak ada yang resah melebihi kenyataan
hal-hal yang kabur dan mustahil disentuh seluruh raga dan ruh.
Apakah kami sedang tidur di mimpimu,
Indonesiaku?
Mencintaimu berarti menenggelamkan diri
pada kedalaman lautan kecil yang memiliki kekuatan besar
Mencintaimu, membuat kami bersedih setiap waktu.
Kami menyaksikan hamparan hutan dari udara
dan menyadari seluruh yang tampak hijau adalah kepedihan.
Kami takut bencana kebodohan ini sengaja diciptakan
sebagai cara memusnahkan Indonesia dari bumi.
Kami takut indonesia jadi rumah terakhir yang musnah
ditelah peradaban basi,
Sementara ingatan masih memiliki bukti
bahwa kami tidak berhenti mencintaimu,
Indonesiaku!
Kami takut kau tak merentangkan sepasang lenganmu
memeluk kami dalam mimpi indah esok hari
Kami selalu ingin mengantarmu,
Indonesiaku!
Sembari terus berharap
Kau berjaya lagi.
Indonesiaku!
Haihata haihata!
ODE LIRIS BUAT KEPALA SEKOLAH BARU
Selamat datang di es em a delapan satu. Semoga narasi perjalanan kita nanti tak lagi sunyi. Agar langkah kami tak lagi mirip derap duka kuda perang yang berlari dalam rahasia kepungan pandemi
Dan agar jiwa kami, tak lagi memendam rintih sendiri, meredam ringkih sendiri. Sebab di musim pandemi, kami hanya bertahan melengkapi cerita hidup dengan menyulam wajah diri dalam narasi balutan zoom yang tervisualisasi tapi tetap saja sunyi-sepi
Sudah lama kami menggenggam gigil di ujung jari dalam keinginan belajar tatap muka. Agar merasakan denyut yang canggung itu. Gema suara debat dan canda tawa mengabu di rusuk waktu, ruang guru. Sholat zhuhur dan tausiah bertaburan memenuhi udara bagi paru-paru kami di mesjid al quds yang riuh
Dulu, seperti eskalator di pusat perbelanjaan. Ruang kelas, masjid, dan kantin adalah tempat kami berputar-putar mengejar waktu ashar, mengeja waktu dalam selasar yang menghampar.
Kenangan cerita ceria itu, dua tahun ini perlahan membeku menjelma narasi dari situs ke situs, dari dinding ke dinding dari halaman ke halaman akun sosial kami
Ya, semoga jalanan sekolah ini tak lagi sunyi. Dan diam-diam kami mulai kembali belajar menanam rencana, meramaikannya lagi. Meski masih dalam simpanan desir rintihan dan ringkik pada artefak memori kami.
Kado puisi ulang tahun Ibu Sundari
APODIDAE
Sebelum dia berhasil menenteramkan gejolak sanubari, setumpuk tugas menuntunnya menuju peradaban di celah waktu. dan selalu saja terdengar
bisik diri bergemuruh di balik terjal rintang membujuknya kembali ke tanah asal.
Semestinya setiap tugasnya adalah milik sepi, tapi ia malah memasuki relung kurikulum yang membuatnya tidur tanpa mimpi.
Semenjak itu narasinya tak pernah lagi berhenti melepaskan berlapis-lapis dahaga menyusun makna pembelajaran di delapan satu. Hidupnya di atas tumpang tindih waktu dalam rajut semu kelabu dan kecemasan hati tak menemukan jalan pulang.
Dia selalu terbangun dengan mimpi terakhir yang telah membentuk bayangannya sendiri. Bayangan yang selalu membujuknya kembali ke muasal bersama sebuah kombinasi dan perulangan.
Puisi Kado Ulang Tahun Bu Rifqiaty
INI TENTANG BU QIQI : GURU EKONOMI PENUH PRESTASI TAK TINGGI HATI.
Hari ini, dua januari. ulang tahun bu qiqi, guru ekonomi. Kulihat tadi, langit pagi, cerah, embun turun perlahan di awal hari. di kota ini, waktu dan embun ingin terlambat bangun. Pun matahari. Sisa mimpi semalam masih menebar di cakrawala. Doa tahun baru juga masih mengudara di akhir almanak tua, berteman sepi
Tetapi Bu qiqi yang kukenali, selalu ingin nuntaskan cemas, berhasrat segera menunaikan gegas. Perjalanan prestasi berawal dari pertanyaan sendiri : mampukah berjalan sampai batas paling nyeri?
Hanya dirinya yang harus menjawab seluruh perjalanan yang sudah dimulai ini, dengan sepenuh kesanggupan hati.
Guru cantik yang rendah hati. Selalu menenun kalimat sejuk hati, pada sebuah sudut ruang yang asri, agar semakin memahami diri : karier tak cukup dirasani dengan dipuji-puji diri.
Ia tak menyesali keputusannya untuk bermimpi. Menaruh harapan sejauh-jauhnya menjadi yang terbaik tanpa pamer ambisi. Sebab pada akhirnya, perjalanan prestasi tidak ditentukan oleh riuh rendah suara basa-basi.
Bu qiqi jangan pernah mengeluhkan berapa lama kau harus bertahan. Jangan pula berhenti berprestasi. Teruslah diam mengetuk dan bernyali, bukan lagi mengutuk dan bermimpi.
Kado puisi ulang tahun Pak Masrial
DI HALAMAN SEJARAH PPKN
Di halaman ini tak akan kau jumpai pembahasan bangkitnya pki atau senandung NKRI, tapi ini melulu tentang narasi seseorang yang rindu menyanyi di ruang guru. Ia rajin belajar menghitung kata, menyaring dan menyanyikannya di titi bilangan hari, minggu dan bulan, ujung musim lenguh hari.
Berkalli-kali dihapalkannya mantra itu - di rumah saja - menjumlah usia, mengendapkannya di angka rawan, menikung hari, menyerap waktu, dan memaknainya sebagai langkah perlahan.
Di sudut citayam city, dia tak pernah menarik bulan ke arah subuh. Tak mengulur layang-layang malam meninggalkan langit tak utuh. Tetapi, kadang kenangan tentang menyanyi di ruang guru itu melintas-lintas, mengganggu ingatan, membeku menjadi kenangan kaku. Debu
Kadang tak dipahaminya batas rindu, tapi keinginan menjumpa siswa-mengajarkan makna pancasila, meronta tak tentu arah. Dan bayang kenangan itu - seolah layangan malam, ditarik dan diulur-ulur benang gaib. Mengitari ruang dan waktu. Hingga subuh sempurna.
Kelindan keinginan mengajar di depan kelas adalah gema yang mengendap. Seperti rintihan, bersahutan dari sudut-sudut kota yang kini resah. Tak pernah sudah, mengakhiri sejarah.
Kado puisi ulang tahun Pak Agus Timorwoko
QUANTUM FISIKA SANG PENGEMBARA
Kawan, kita melihat pandemi mulai mengendap ke lembah sunyi, memberi saat untuk kita kembali bersalawat, memanjat pintu langit
Mari kembali belajar menghampiri pusat darah, dari tiga sumber nista dan menggugurkan dosa-dosa. Sebab pada dinding-dinding waktu, abad menebal. Setiap kulit dosa terkelupas, kembali zikir menambal. Mari kembali belajar tauhid mengenal asal.
Kawan, hakikatnya kita adalah pengembara yang berlatih bercakap dengan kuntum-kuntum kehidupan. Kita belajar meredam luka pada seluruh kelopak yang bertahan dari empasan musim yang lebam
Dan kita bukan pengembara yang ingkar janji, meski tak sepenuhnya menempuh jalan lurus, mencari benih rezeki. Kita adalah pengembara sejati. Meski dengan langkah berat oleh dentam tak terpadamkan. Kita adalah sepercik air yang berkilau oleh pesona cahaya pelangi. Kita adalah segumpal tanah yang gembur dan basah. Kita adalah sedesir angin yang melekatkan hawa ingin, sedenging nyenyap di hening bahana
Kita ingin selalu bisa menghampiri mulut peradaban, menanti penuh harapan. Belajar bertahan pada tangkai hidup yang ringkih, akar yang pipih, dan rintih yang lirih.