Berikut Kegiatan literasi hari ini:
- Silakan kalian membaca text yang disediakan di bawah, yang berjudul "Generasi Beta dalam Balutan Pseudosains, Mitos dan ”Gimmick” Pemasaran"
- Perhatikan kata yang dicetak merah
- Cari definisi dari kata-kata tersebut, kalian bisa mengunjungi https://kbbi.web.id/ atau dari sumber lainnya
- Tulis kata – kata tersebut beserta definisinya di buku literasi kalian
Kerjakan dengan baik dan bertanggungjawab.
Salam Literasi
Terimakasih 🙏
-Tim Literasi-
Generasi
Beta dalam Balutan Pseudosains, Mitos dan
”Gimmick” Pemasaran
Sukacita menghinggapi keluarga dari bayi-bayi yang lahir pada 1 Januari
2025 dan seterusnya. Mereka adalah yang pertama dari generasi beta, adik dari
generasi alpha.
Mark McCrindle menjadi orang pertama yang mencetuskan
istilah gen alpha kemudian gen beta. Pada 2005,
saat menyusun buku The ABC of XYZ: Understanding the Global Generations,
analis sosial dan ahli kependudukan itu menyadari bahwa gen Z akan segera
tuntas. Namun, generasi berikutnya belum ada namanya.
Sesuai dengan nomenklatur ilmiah yang
menggunakan abjad Yunani sebagai pengganti abjad Latin, ia kemudian menamai
generasi setelah gen Z sebagai generasi alpha yang akan diikuti beta, gamma,
delta, dan seterusnya.
Pembagian generasi pada abad ke-20 atau setelah Perang Dunia I mencakup
rentang usia tertentu yang memungkinkan perbandingan antargenerasi. Perbadingan
itu, menurut McCrindle, dilihat dari kronologi,
peristiwa penting dunia, kemajuan teknologi, dan pergeseran budaya pada
masanya.
Sebelumnya, setiap generasi terentang dalam 20 tahun. Sejak generasi X,
setiap generasi dibatasi 15 tahun saja. Generasi X dari kelahiran 1964 sampai
1979, generasi Y (milenial) tahun 1980 hingga 1994; generasi Z (1995-2009), alpha
(2010-2024), dan beta (2025-2039).
Kemampuan
super
Jika dampak perang dan keinginan berbenah dari kehancuran kental mewarnai
gen builders (1925-1945), satu abad kemudian gen
beta mewakili babak penting kala dunia digital dan dunia nyata berjalan
beriringan.
Saat kakaknya, gen alpha, mengalami kebangkitan teknologi pintar dan
kecerdasan buatan, beta hidup di era saat akal imitiasi (AI) dan otomatisasi
sepenuhnya tertanam dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pendidikan, dunia
kerja, dan hiburan.
Mereka berpotensi besar menjadi generasi pertama yang merasakan
transportasi otonom dalam skala besar, teknologi kesehatan berbasis AI, dan
lingkungan virtual yang imersif.
Gen beta anak dari generasi Y atau milenial dan gen Z. Riset Dentsu Australia menunjukkan 89 persen orangtua gn Z akan fokus pada
kesehatan mental dan emosional anaknya. Orangtua gen Z juga lebih banyak
menekankan anak untuk dapat menerima perbedaan sejak dini.
Kemudian, 65 persen orangtua gen Z dibandingkan dengan 58 persen orangtua
gen Y mengajarkan anaknya untuk lebih adaptif
serta solutif dalam menghadapi kesulitan.
Orangtua dari gen Beta sepertinya menyadari akan mewariskan dunia yang sedang bergulat
dengan tantangan teramat besar. Ada pemanasan global diikuti perubahan iklim,
pergeseran populasi dunia karena perang dan pergolakan politik di banyak
negara, hingga pesatnya urbanisasi dan
pertumbuhan kota-kota besar.
Masih dari Dentsu, gen Beta disebut hidup di tengah masyarakat yang
timpang. Di negara yang tergolong maju dan stabil perekonomiannya seperti di
Australia saja saat ini rata-rata kekayaan bersih rumah tangga dari 20 persen
penduduk terkaya di sana setara lebih dari 90 kali lipat kekayaan bersih dari
kelompok 20 persen terendah.
Gen Beta sejak lahir dihadapkan pada makin sulitnya memiliki tempat
tinggal layak karena pekerjaan layak dengan penghasilan layak juga kian
berkurang. Kondisi yang telah lebih dulu dihadapi Gen X, Y, dan Z serta bakal
menimpa Alpha.
Untuk itu, kesadaran bahwa dunia ini satu kesatuan yang saling
memengaruhi menguat pada diri Beta. Menciptakan dunia yang lebih baik tidak
hanya menjadi pilihan, tetapi juga tujuan generasi ini demi keberlangsungan
hidupnya serta generasi berikutnya. Kemajuan teknologi memungkinkan generasi
ini kelak bisa mewujudkan tempat hidup, termasuk di perkotaan, yang lebih ramah
pada semua lapisan warga serta lingkungan alamnya.
Gen Beta, menurut riset Dentsu, adalah generasi lompatan kuantum yang diberdayakan oleh trijungsi pengalaman manusia, biologi, serta teknologi dan menjadi
fondasi pada era selanjutnya, yaitu era transenden.
Era ketika manusia-manusianya berpikir melampaui orang saat ini.
Pseudosains
Di luar kehebohan pembahasan tentang gen Beta, sebagian orang mengkritisi
pembagian generasi yang terkesan digeneralisasi
dengan karakter-karakter tertentu dan dipertentangkan antargenerasi. Media
massa dan media sosial menjadi pendengung yang dapat dengan mudah
menempatkannya menjadi headline atau utas
viral. Hal tersebut kemudian dijadikan gimmick pemikat publik, amunisi untuk pengembangan
bisnis dan pemasaran.
Sebelumnya, telah marak muncul buku, artikel, seminar, sampai kursus,
seperti bagaimana bos gen boomers menghadapi milenial; strategi mengatasi
kemalasan pekerja gen Z; atau, agar tidak minder saat bekerja dengan gen Alpha
yang melek teknologi sejak lahir, Gen X harus apa.
Industri menimpali dengan menjual produk-produk khusus untuk generasi
tertentu. Menjual paket wisata spesial Milenial dan gen Z yang disebut senang
belanja pengalaman keliling dunia. Ramai-ramai mengklaim dan memasarkan produk
atau ramah lingkungan yang disebut pilihan generasi muda yang melek dengan kondisi bumi.
Laporan ISE Insights menyebutkan adanya ”konsultasi generasi” yang
telah menjadi industri. Pada 2015, mengutip Wall Street Journal,
perusahaan-perusahaan Amerika Serikat menghabiskan hingga 70 juta dollar AS
untuk hal tersebut. Beberapa konsultan generasi
menghasilkan sebanyak 20.000 dollar AS per jam.
Lebih dari 400 pengguna media sosial LinkedIn kini menggambarkan diri
mereka sebagai pakar atau konsultan milenial. Laporan ISE Insights menyebut,
mereka orang berkeahlian semu yang mempermainkan
kecemasan publik.
Masalahnya, disengaja atau tidak, mobilisasi distribusi informasi tentang
generasi itu salah mengartikan kelompok demografis
tertentu sebagai segmen sasaran yang koheren secara internal dan sepenuhnya berbeda dari kelompok
demografis besar lainnya.
Muak dengan fenomena tersebut, Philip N Cohen mewakili ahli kependudukan
dan peneliti masalah sosial sampai membuat surat terbuka kepada salah satu lembaga riset
terkemuka untuk tidak lagi menggunakan pelabelan generasi.
Menurut Cohen, pembagian generasi menyebabkan kebingungan. Kelompok
generasi mengacu pada periode kelahiran yang ditentukan berdasarkan tahun lahir
dan tidak terkait dengan generasi reproduktif. Jangka waktu penggolongan
generasi kini memendek, padahal kecenderungan saat ini perbedaan usia orangtua
dan anak mereka justru semakin panjang.
Pembagian antargenerasi disebut sewenang-wenang dan tidak memiliki dasar
ilmiah. Memberi nama generasi dan menetapkan periode tahun lahir mereka justru
mendorong pseudosains, melemahkan pemahaman
masyarakat, dan menghambat penelitian ilmu sosial. Generasi yang di mata publik
atau pihak tertentu dinilai populer diikuti label yang melekatinya melemahkan
penelitian terkait kohort atau kelompok tertentu dengan perjalanan hidupnya.
Cohen menegaskan, pembagian generasi banyak disalahartikan sebagai
kategori dan identitas resmi. ”Skema generasi ini telah menjadi parodi dan
harus diakhiri,” tulisnya.
Sterotip malas, misalnya, sampai sekarang masih
melekati gen Z. Generasi baby boomers sebagai orang narsis,
milenial manja dan mementingkan pengalaman kekinian daripada masa depan. Selain
bersifat negatif, ada label positif di setiap generasi. Penggunaan label tergantung
pemanfaatannya yang dikembalikan lagi pada kebutuhan industri dan pemasarannya.
Memutus
mitos
Dilatari pemikiran kritis serupa, Bobby Duffy membukukan risetnya
dalam The Generation Myth (2021). Peneliti isu sosial asal
Inggris menyatakan, banyak informasi yang ditanamkan di benak publik bahwa itu
bersifat generasi dan kenyataannya tidak demikian. Pendapatnya itu berdasarkan
analisis terhadap jawaban 3 juta orang dari berbagai usia tentang kepemilikan
rumah, seks, kesejahteraan, dan banyak lagi.
Menurut Duffy, ada tiga mekanisme terpisah penyebab perubahan jangka
panjang pada kelompok-kelompok tertentu. Pertama, efek periodik, yaitu
pengalaman yang mempengaruhi semua orang, tanpa memandang usia, seperti Perang
Dunia dan Pandemi Covid-19.
Kedua, efek siklus hidup, yaitu perubahan seiring bertambahnya usia atau
akibat dari peristiwa besar pada individu atau lingkungan terdekat, seperti
perpisahan atau perceraian, pernikahan, dan memiliki anak. Terakhir, efek
kelompok yang meliputi sikap, keyakinan, dan perilaku umum pada orang-orang di
rentang waktu tertentu.
Pembagian generasi dalam 100 tahun terakhir, tuding Duffy, sekadar
berpijak pada efek kelompok saja.
Kecenderungan orang dewasa muda yang berganti-ganti pekerjaan, misalnya,
disebut melekat pada milenial dan makin kuat pada gen Z. Tren itu diasosiasikan
dengan generasi yang sulit betah, manja, atau selalu mencari hal baru semata.
Faktanya, kondisi dunia kerja saat ini didominasi pekerjaan kontrak dengan upah
belum memadai untuk hidup layak. Jadi, ini adalah efek periodik, bukan kohort.
Menurut Duffy, ada yang benar-benar bersifat generasi, seperti semakin
muda semakin kurang religius, makin terbuka soal status jender, dan akrab
dengan kemajuan teknologi. Dunia yang makin tanpa sekat berkat kemajuan teknologi
membuka banyak pemikiran yang memengaruhi sikap atau gaya hidup bersama.
Meskipun membedakan generasi dengan rentang waktu tertentu masih
diperdebatkan keakuratannya, faktanya ada generasi berbeda yang hidup dalam
ruang waktu yang sama. Lewat bukunya, Duffy menegaskan bahwa indentitas tiap
generasi tidak kaku, tetapi lentur, terbentuk sepanjang manusia bersama-sama
berproses dari masa ke masa.
Keberadaan generasi eksisting dan hadirnya Beta mempertebal kenyataan
tentang adanya persoalan kesejahteraan, ketimpangan, hingga kemerosotan sosial
di dunia tanpa menafikan kemajuan di bidang lain. Menjawab persoalan itu adalah
tantangan bersama dan menjadi tanggung jawab bersama, tidak bisa bertumpu pada
satu generasi saja. Dear Beta, selamat bergabung!
Setelah mengerjakan, jangan lupa mengisi daftar hadir bahwa telah berpartisipasi di kegiatan kali ini di
Presensi
Salam Literasi